Senin, 11 Mei 2009

Jumat, 08 Mei 2009

Kamis, 07 Mei 2009

The Story of KAMMI Al Qassam Lubuklinggau

The Story of KAMMI Al Qassam Lubuklinggau

Dinamisasi kebangsaan yang terus menggeliat dipersada Indonesia telah sampai pada hipotesa awal bahwa masa transisi belum memunculkan sinyal positif bahkan kecenderungan lebih kepada keterpurukan bangsa yang terakumulasi. Sentimen-sentimen negatif yang muncul, khususnya dari masyarakat bawah-realitas dibasis-ditengah perubahan struktural dan kultural kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, sebagai suatu premis mikro yang riil mengemuka dalam masyarakat kita. Kerinduan akan sebuah kenyamanan, stabilitas politik ekonomi dan kehidupan kebangsaan yang nyaris tanpa konflik saat rezim orde baru berkuasa, menjadi hal semu yang membahayakan transisi demokrasi, jika tidak disikapi secara strategis, terutama terhadap pengawalan terhadap agenda reformasi dan transformasi sistem yang terjadi. Indonesia hari ini tengah dilanda kebingungan yang luar biasa, ketika dihadapkan pada tidak saja problem kebangsaan namun juga realitas eksternal, yang tentunya berimbas pada kondisi kebangsaan. Pemilu 2004 yang kala itu diikuti oleh 48 partai politik (parpol), diharapkan menjadi sebuah “kendaraan” politik yang mampu mengantarkan Indonesia meneruskan masa-masa transisi dalam mewujudkan cita-cita ideal bangsa Indonesia yang beradab, yaitu suatu penciptaan wajah Indonesia baru pasca runtuhnya rezim orde baru yang diharapkan mampu mengurai kebekuan struktur dan kultur yang telah berlangsung selama tiga dasawarsa, ternyata tidak mampu diaktualisasikan oleh partai politik sebagai elemen yang telah diberi mandate dalam melakukan perubahan, namun hal tersebut tidak menjadi kebenaran mutlak karena tidak semua parpol berlaku demikian. Artinya pembaharuan bukan semata tugas dan kewajiban parpol, yang utama adalah keterlibatan elemen bangsa secara general dalam proses perubahan tersebut.

Gempita pembaharuan ditandai dengan terbukanya ruang demokrasi bagi masyarakat Indonesia. Artikulasi dan ekspresi keleluasaan berpendapat dan menggagas suatu entitas ideal akan wajah bangsa ini mungkin terilustrasi dengan maraknya intensitas kegiatan diskusi, seminar, dan training yang berusaha merancang banyak model untuk memecahkan problem bangsa ini atau menuju pada pembentukan apa yang disebut masyarakat madani (civil society) yang dirasa cukup kondusif bagi terwujudnya perubahan menuju Indonesia baru. Refleksi ini dicoba untuk menajamkan kembali beberapa agenda yang harus dilakukan oleh semua elemen bangsa dalam upayanya membangaun masyarakat madani atau Indonesia baru yang beradab, yang kita ketahui selama kampanye tidak pernah terlupakan dan terabaikan. Ironisnya oleh berbagai partai politik pemilu tidak secuilpun agenda ini disinggung dan dijadikan visi membangun Indonesia kedepan.

Upaya membangun masyarakat madani yang kita idam-idamkan, adalah upaya yang membangun masyarakat yang beradab, mandiri, dan berkeadilan. Untuk itu kita perlu mensyaratkan perlunya keberdayaan masyarakat secara luas dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, sekaligus masyarakat dengan Negara (penguasa), upaya menciptakan keberdayaan masyarakat sebagai sesuatu yang asasi masyarakatnya adanya pula cara pandang dalam tatanan culural mengenai “hierarki keberadaan dan kesadaran” yang selama orde baru terpolarisasi dalam rentang penguasa dan rakyat, dimana biasanya pihak penguasa menempatkan dirinya sebagai ‘raja’ dan rakyat sebagai ‘bawahan’.

Moralitas inilah yang tidak cukup sekedar diyakini dan dimiliki oleh masing-masing individu dalam tataran kesalehan sosial, yakni adanya kesediaan untuk merubah sistem atau tata kehidupan yang mengedepankan empati dan penghargaan sesama dalam bingkai kesederajatan yang didasarkan pada iman dan mengesakan Tuhan. Dalam masyarakat madani pertentangan dalam masyarakat boleh ada, hanya antara moralitas dan antara kesadaran etis diantara komponen warga masyarakat sipil. Berbeda pendapat dalam wacana moral dan kesadaran etis ini tidak dikebiri dengan sejumlah undang-undang yang seringkali bersifat menguntungkan sekelompok kecil elit masyarakat.

Perjuangan generasi reformis yang menuntut identitas kebenaran masyarakat menuju alam demokrasi agar tidak keluar dari nilai-nilai civitas harus menempatkan perjuangannya dalam kerangka misi kebenaranyakni dengan melibatkan beberapa faktor penting yaitu reformasi, revolusi dan sebagainya yang terangkum dalam perubahan sosial.

Sebagai komponen perubahan bangsa dalam rangka perubahan sosial yang terjadi, elemen pemuda dan mahasiswa menempati posisi penting perubahan. Dalam realitas sejarahnya tak dapat dipungkiri bahwa elemen ini menempati garda terdepan dalam merentas perubahan sejarah yang terjadi.

Menyinggung sosok yang namanya mahasiswa, selalu terkait dengan dimensi-dimensi tertentu berekspresi dan berkreasi atas fenomena sosial yang terjadi. Mahasiswa sebagai komunitas yang tercerahkan memiliki hak yang universal dan fitrah yang tidak bisa dimanipulasi.

Kehadiran mahasiswa sebagai agen sosial kontrol, agen sosial change dan term lainnya yang terkait dengan dimensinya sebagai mahasiswa yaitu dimensi intelektualitas, dimensi idealismenya dan dimensi jiwa mudanya. Dari dimensi yang dimiliki sudah barang tentu harus integral satu dengan yang lainnya.

Parameter keadilan dan kebenaran adalah pengakuan kebenaran hak Allah kepada manusia, hak individu serta hak masyarakat integral. Dengan demikian akan terbangun dimensi transeden dalam keyakinan yang plural sekaligus berdimensi sosial. Sehingga nilai-nilai kemanusiaan bukan berangkat dari sistem yang berlaku, namun merupakan pemahaman dan pengakuan antara elemen yang berbeda.

Peranan yang harus diambil dengan tuntunan idealnya, kaitannya dengan fungsi sebagai pembaharu, agen sosial kontrol dan term-term lainnya adalah pemberdayaan terhadap diri merupakan proses pembentukan menjadi kaum intelektual yang masyarakatnya menjadi analisator kenyataan yang ada, inovator dan motor penggerak perubahan dan perkembangan masyarakat. Peran seperti ini tentunya mengharuskan sikap independen pula dari sistem yang berlaku. Keberpihakan selalu kepada kebenaran dan keadilan, dan dari nilai tersebut apa yang akan dituju bertolak.

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sebagai institusi mahasiswa muslim merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rakyat serta senantiasa berusaha berbuat kebaikan untuk agama dan umat.

Sebagai suatu organisasi kader yang besar dan selalu berkembang, KAMMI Daerah Sumatera Selatan senantiasa selalu berfikir dan bertindak untuk meluaskan pengaruhnya dan jangkauannya dalam rangka membumikan nilai-nilai KAMMI, yaitu Islam. Setiap kader KAMMI adalah aktivis organisasi, aktivis kemasyarakatan dan sekaligus aktivis Islam. Jadi dalam setiap gerak langkah dan nafasnya adalah dalam rangka menyebarkan nilai-nilai universal Islam dan ke-KAMMI-an. Wadah organisasi KAMMI adalah alat dalam rangka memfasilitasi kader KAMMI untuk mewujudkan hal diatas, dari tingkat pusat hingga satuan terkecil yaitu Komisariat.

Komisariat adalah satuan terkecil organisasi KAMMI yang mempunyai fungsi sosialisasi, rekrutmen, pengkaryaan dan pemberdayaan kader. Kaberadaan komisariat KAMMI sangat penting karena komisariat merupakan ujung tombak perjuangan KAMMI. Komisariatlah yang memiliki potensi-potensi seperti sumber daya alam, sumber daya opini dan fikroh, sebagai penopang kebutuhan organisasi KAMMI dan mempunyai dinamisasi pergerakan intelektual dan pemikiran yang paling dinamis.

Berangkat dari kesadaran itu, maka pada tahun 2006 terbentuklah KAMMI Komisariat Lubuklinggau yang dipimpin oleh akhuna Welliansyah, S.Pd.I. Dengan Sekretaris Umum yaitu ukhti Yuni. Selama periode 2006-2007 ini, pengurus KAMMI Komisariat lubuklinggau berupaya untuk merentas perubahan sosial yang terjadi baik ditataran internal, sosial masyarakat, regional dan nasional. Tetapi satu tahun adalah hari-hari yang bisa jadi sangat berpotensi bagi kami untuk menoreh tinta sejarah diri dalam upaya memberikan sumbangsih terhadap persoalan bangsa. Realitas perubahan yang terus terjadi, yang berjalan secara dinamis dari waktu-kewaktu tentunya memberikan dinamika tersendiri ditubuh KAMMI Komisariat Lubuklinggau. Proyeksi kerja yang diinginkan tidak serta merta mudah untuk dapat dijalankan. Hal ini tentunya memerlukan kekuatan yang cukup yang ditunjang dengan SDM yang mumpuni serta pembangunan kekuatan ditubuh organisasi yang kuat dengan dukungan oleh seluruh komponen mahasiswa.

Kepengurusan KAMMI Komisariat Alqassam dimulai efektif pada bulan maret 2007. Agenda MUSKOM I merupakan sejarah terhadap proses demokratisasi ditubuh Alqassam. Dimana ditetapkan beberapa rekomendasi baik internal maupun eksternal yang salah satunya adalah mengupayakan nama KAMMI Komisariat Lubuklinggau yaitu ALQASSAM (gagah berani) yang direkomendasikan oleh Ketua Umum KAMMI Komisariat Lubuklinggau yang telah demisioner ; Welliansyah, S.Pd.I.

Paralel dengan pembentukan pengurus pada tanggal 25 maret 2007, diawal kepengurusan 2007-2008 tepatnya tanggal 26 maret 2007 KAMMI DAERAH SUMATERA SELATAN memfasilitasi Komsat dengan melakukan penguatan internal pengurus melalui Up-Grading Pengurus dengan materi manajemen organisasi, rapat, kesekretariatan dan laporan pertanggungjawaban.

Pelantikan kepengurusan KAMMI Komisariat Alqassam Periode 2007-2008 sendiri dilaksanakan pada hari ahad, tanggal 15 April 2008 pada acara FORUM KOMISARIAT di Wisma Prodexim Palembang oleh KAMMI DAERAH SUMATERA SELATAN.

Diawal kepengurusan setelah dilakukan Staffing Komisariat, hal awal yang dilakukan adalah penyiapan terhadap rencana program kerja dan sosialisasi IJDK serta Mekanisme Kerja Komisariat. Hal ini diawali dengan Rapat Badan Pengurus Harian (RBPH) pada tanggal 8 April 2007 bertempat di basecamp. Selanjutnya diadakan Musyawarah Kerja Komisariat pada tanggal 5 Mei 2007 dengan pembahasan rumusan serta paparan program kerja.

Perhelatan Akbar pun kembali hadir lewat MUSKOM II KAMMI Komisariat Al Qassam pada tanggal 6 April 2008 di Aula Prokep Depkes dengan ketua terpilih akhuna Samsul Ngarifin. Kemudian diadakan RAKER pada tanggal 4 Mei 2008 dengan komposisi Stafing Komisariat dan pembahasan rumusan program kerja.

Terkadang ada suatu hal yang terjadi dan itu diluar dari perkiraan kita sebagai manusia. Ketua terpilih KAMMI Komisariat Al Qassam, akhuna Samsul Ngarifin tidak dapat melaksanakan kewajibannya sampai akhir kepengurusan. Ada sebuah amanah yang harus beliau emban dan itu tudak bisa disinergikan dengan wajihah KAMMI. Musyawarah Luar Biasa pun diadakan. Tujuan dari diadakannya MUSKOMLUB ini sendiri guna eksistensi kerja-kerja KAMMI Komisariat Al Qassam kedepan. Berdasarkan hasil MUSKOMLUB, maka terpilihlah akhuna Taufik Akbar sebagai Ketua Umum periode Oktober 2008 - Maret 2009.

Tanpa terasa perputaran waktu telah menghantarkan KAMMI Komisariat Alqassam Lubuklinggau pada akhir kepengurusannya. Musyawarah Komisariat III (MUSKOM III) pada tanggal 3 Mei 2009 merupakan ujung dari berakhirnya periode kepengurusan periode 2008-2009. Setelah melalui beberapa tahapan dalam MUSKOM ini, maka sampailah pada puncaknya yaitu pemilihan pemimpin KAMMI Komisariat Al Qassam kedepan. Berdasarkan Musyawarah maka tercapailah kata mufakat untuk memberikan amanah besar itu kepada akhuna Muhammad Tarmizi.